Porosjambimedia.com – Jemaah Masjid Aolia di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kembali menggelar Salat Id lebih awal dari jadwal yang telah ditetapkan pemerintah.
Tahun 2023, Jemaah Aolia yang beralamat di Panggang III, Giriharjo, Panggang, Gunungkidul, juga menggelar Salat Id dua hari lebih cepat dari jadwal Salat Id yang ditetapkan pemerintah.
Tahun 2023, Jemaah Aolia salat Id pada hari Kamis (20/4/2023), sementara pemerintah menetapkan Salat Idul Fitri 2024 jatuh pada Sabtu (22/4/2024). PP Muhammadiyah menetapkan Salat Idul Fitri 2023 jatuh pada hari Jumat (21/4/2024).
Tahun 2024 ini, Jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul, Yogyakarta, akan melaksanakan Salat Idul Fitri hari ini, Jumat (5/4/2024).
PP Muhammadiyah menetapkan Salat Idul Fitri 2024 (1445 H) jatuh pada hari Rabu (10/4/2024).
Pemerintah belum menetapkan hari dan tanggal pelaksanaan Salat Idul Fitri 2024, tetapi diperkirakan akan sama dengan Muhammadiyah, yakni Rabu (10/4/2024).
Bila pemerintah menetapkan Salat Id 1445 H tanggal 10 Apri, berarti Salat Id yang dilaksanakan Jemaah Masjid Aolia lebih cepat atau ada selisih lima hari dengan tanggal Salat Id veri Muhammadiyah atau pemerintah.
Penjelasan Pimpinan Jemaah Aolia Kepastikan Shalat Idul Fitri jemaah Aolia tersebut diungkapkan oleh salah satu kerabat Imam Jamaah Masjid Aolia K H Ibnu Hajar Sholeh Pranolo (Mbah Benu), Daud, saat dihubungi wartawan melalui sambungan telepon, Kamis (4/4/2024).
“Betul, besok (shalat idul fitri),” kata dia.
Kendati akan melaksanakan Shalat Idul Fitri pada Jumat (5/4/2024), dikatakannya tidak ada gema takbir pada hari ini, Kamis (4/4/2024) malam.
Mereka hanya akan melakukan Salat Isya berjemaah yang diikuti 30-an orang.
“Besok selesai Salat Id juga tidak ada acara halal bi halal, langsung persiapan jumatan,” kata dia.
Terpisah, Kepala Kantor Kemenag Gunungkidul Sya’ban Nuroni mengatakan, sudah mendengar informasi shalat Ied jemaah Masjid Aolia pada Jumat tersebut.
Sebagai kantor milik semua agama, pihaknya akan memberikan pendekatan kepada jemaah Masjid Aolia tersebut.
“Ada sesuatu permasalahan, dalam agama Islam tentunya kita melakukan pendekatan kepada tokoh agama, agar pengamalan keyakinan, kemudian agar tidak menimbulkan permasalahan di tengah masyarakat,” kata Sya’ban.
Dia mengatakan, pendampingan akan memberikan edukasi kepada jemaah, untuk mengikuti organisasi keagamaan pada umumnya atau pemerintah. Pihaknya mengaku sudah mendatangi beberapa kelompok Jemaah Masjid Aolia.
“Kalau ini kan tidak lazim, kalau satu atau dua hari biasa (perbedaan penentuan Hari Raya), kalau ini kan lima hari tidak lazim,” kata dia.
Sejumlah petugas kepolisian dan Banser ikut menjaga lalu lintas, karena masjid ini terletak di pinggir jalan. Bahkan ada jamaah yang ikut shalat di pinggir jalan.
Sejumlah masjid di Panggang, juga menggelar Salat Idul Fitri. Hal itu dibenarkan Dukuh Warak, Kalurahan Girisekar, Sudarisman.
Menurutnya, selepas Maghrib Rabu (19/4/2023) sudah menggelar takbiran.
“Bersamaan Salat Id di Warak dan Jeruken, juga digelar di Dusun Temuireng 1 (Girisuko), Panggang 3, Banyumeneng 1 dan 2 di Kalurahan Giriharjo,” kata dia.
Rukhsah untuk tidak menghadiri Jumat pada hari Jumat yang bersamaan dengan Idul Fitri atau Idul Adha berdasarkan hadis-hadis di bawah ini:
“Dari Ibn ‘Umar (diriwayatan bahwa) ia berkata: Pada masa Rasulullah saw pernah dua hari raya jatuh bersamaan, yaitu Idulfitri dan Jumat, maka Rasulullah saw salat id bersama kaum Muslimin. Kemudian beliau menoleh kepada mereka dan bersabda: Wahai kaum Muslimin, sesungguhya kalian mendapat kebaikan dan pahala dan kami akan menyelenggarakan salat Jumat. Barangsiapa yang ingin salat Jumat bersama kami, silahkan, dan barang siapa yang ingin pulang ke rumahnya silakan pulang” [HR aṭ-Ṭabarani].
“Dari Iyas Ibn Abu Ramlah asy-Syami (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Aku menyaksikan Mu‘awiyah Ibn Abu Sufyan bertanya kepada Zaid Ibn Abi Arqam. Ia mengatakan: Apakah engkau pernah mengalami dua hari raya jatuh pada hari yang sama di masa Rasulullah saw? Zaid Ibn Abu Arqam menjawab: Ya, pernah. Mu‘awiyah bertanya lagi: Bagaimana Rasulullah saw melakukannya? Zaid menjawab: Ia melakukan salat id, kemudian memberi rukhsah (keringanan untuk tidak menghadiri Jumat). Lalu beliau bersabda: Barang siapa yang ingin salat bersama kami, silakan” [HR Abu Dawud dan disahihan oleh al-Arna’uṭ dan al-Albani].
“Hadis diriwayatkan dari Wahab bin Kasan, ia berkata: telah bertepatan dua hari raya (Jum’at dan hari raya) di masa Ibnu Zubair, dia berlambat-lambat ke luar, sehingga matahari meninggi. Di ketika matahari telah tinggi, dia pergi keluar ke mushalla, lalu berkhutbah, kemudian turun dari mimbar kemudian sembahyang. Dan dia tidak bersembahyang untuk orang ramai pada hari Jum’at itu (dia tidak mengadakan sembahyang Jum’at lagi). Saya terangkan yang demikian ini kepada Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata: perbuatanya itu sesuai dengan sunnah” [HR. An Nasai dan Abu Dawud].
Berdasarkan keterangan hadis-hadis di atas, apabila telah melaksanakan Salat Id, maka tidak mengapa jika tidak mengikuti salat jumat dan menggantinya dengan salat zuhur empat rakaat.
“Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra ia berkata: Nabi saw selalu membaca pada sembahyang kedua hari raya dan sembahyang jum’at: Sabbihisma rabbikal a’la dan hal ataka hadisul ghasiyah. Apabila berkumpul hari raya dan jum’at pada satu hari, Nabi saw membaca surat-surat itu di kedua-dua sembahyang.”
Melalui pemahaman isyaratun nash terhadap hadis di atas, dapat dipahami bahwa nabi saw pada hari raya tetap melakukan salat Jum’at. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa Nabi saw melakukan salat jum’at sekalipun hari itu bertepatan dengan hari raya yang jatuh pada hari jum’at.
Oleh karenannya seluruh warga Muhammadiyah hendaknya tetap melaksanakan salat jum’at pada hari raya, di masjid-masjid yang mudah dijangkau pada siang harinya setelah pada pagi harinya melaksanakan salat Id.
Penulis : Red