POROS, Umat Islam sangat dianjurkan untuk mengucapkan salam ketika bertemu dengan sesama Muslim. Karena di dalam salam yang diucapkan terselip doa yang mengandung makna keberkahan dan keselamatan.
Muslim disunnahkan untuk mengucapkan salam Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh yang berarti selamat sejahtera atas kamu, saat bertemu Muslim lainnya. Bagi yang menerima atau mendengar salam tersebut maka wajib menyahut atau membalas salamnya dengan lafaz, Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh yang artinya selamat sejahtera atas kamu juga.
Mengucapkan salam pada dasarnya adalah amalan baik yang mengandung keutamaan besar, sebagaimana yang telah di jelaskan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam,
وَعَنْ أَبي أُمَامَةَ صُدَيِّ بْنِ عَجْلاَن البَاهِلِي – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم – : [1] رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإسْنَادٍ جَيِّدٍ .
Abu Umamah Shuday bin ‘Ajlan Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling utama menurut Allah adalah orang yang memulai salam di antara mereka.” (HR. Abu Daud dengan sanad jayyid)
Namun di era sekarang, sebagai bentuk rasa toleransi yang tinggi, banyak pejabat atau para influencer yang mengucapkan salam lintas agama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur mengeluarkan taushiyah atau imbauan dan seruan dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 agar tidak melakukan salam lintas agama, karena dinilai syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya.
Salam yang dimaksud adalah adalah ucapan salam yang berasal dari agama-agama, seperti salam sejahtera bagi kita semua (Kristen), Shalom (Katolik), Om Swastiastu (Hindu), Namo Buddhaya (Buddha) dan Salam Kebajikan (Konghucu), setelah ucapan assalamuaalaikum warahmatullahi wabarakatuh. Menurut MUI Jatim, salam merupakan doa yang tidak terpisahkan dari ibadah yang merujuk kepada keyakinan agama masing-masing.
Hukum Mengucapkan Salam ke Nonmuslim
Salam merupakan ibadah yang sangat mudah dan sangat dianjurkan untuk dilakukan. Tentunya sudah ada cara dan lafadz yang telah diatur oleh syariat Islam. Berikut dalilnya:
1. Tidak Boleh Mendahulukan Salam ke Nonmuslim
Sebagaimana hadist berikut ini:
تَبْدَؤُوا اَلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ, وَإِذَا لَقَيْتُمُوهُمْ فِي طَرِيقٍ, فَاضْطَرُّوهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
Berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Janganlah memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani. Jika kalian bertemu dengan mereka di jalan, maka persempitlah jalan mereka.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 1319]
Juga dalam sabda lain Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
Janganlah kalian memulai memberi salam kepada orang Yahudi dan Nasrani. (HR. Muslim 5789).
Pakar Tafsir Al-Qur’an Indonesia, Prof M Quraish Shihab menjelaskan dalam bukunya Islam yang Saya Pahami, hadits tersebut tidak ditujukan kepada semua orang Yahudi, Nasrani, atau Nonmuslim lain. Ada banyak riwayat, baik lisan maupun praktik hidup Rasulullah yang menunjukkan keramahan kepada Nonmuslim.
Misal, memberi mereka hadiah, mengunjungi orang sakit, menerima undangan makan, dan lain-lain. Atas dasar itu, larangan tidak diperbolehkan mengucapkan salam tertuju pada sejumlah mereka Nonmuslim yang memusuhi Islam.
2. Tidak Boleh Menggunakan Salam Nonmuslim
Gunakan salam yang umum. Dalam al- Mausu’ah al-Fiqhiyyah disebutkan,
وإذا كانت هناك حاجة داعية إلى بدء الكافر بالتحية فلا حرج فيها حينئذٍ ، ولتكن بغير السلام ، كما لو قال له : أهلاً وسهلاً أو كيف حالك ونحو ذلك . لأن التحية حينئذ لأجل الحاجة لا لتعظيمه .
“Apabila ada kebutuhan/hajat untuk memulai salam, maka tidaklah mengapa, akan tetapi tidak menggunakan salam (doa keselamatan). (boleh) Mengatakan ‘ahlan wa sahlan’ (selamat datang), ‘Kaifa haluk’ (bagaimana kabar) dan sejenisnya. Salam saat itu karena ada hajat, bukan untuk menghormati berlebihan’.” [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah 25/168]
Demikian juga penjelasan Ibnul Qayyim:
” و قالت طائفة – أي من العلماء – : يجوز الابتداء لمصلحة راجحة من حاجة تكون إليه ، أو خوف من أذاه ، أو لقرابة بينهما ، أو لسبب يقتضي ذلك
“Sebagian ulama menjelaskan, boleh mendahului salam karena ada mashlahat yang lebih besar, misalnya ia membutuhkannya, takut dari gangguannya atau karena ada hubungan kerabat atau sebab lain yang menuntut ia harus memulai salam.” [Zadul Ma’ad 2/424]
Ditilik dari MUI Jatim, ada dua dari lima salam Nonmuslim yang dinilai dapat merusak aqidah seorang Muslim bila diucapkan, yakni yaitu salam Hindu (Om Swastiastu) dan salam Buddha (Namo Buddhaya). Tiga lainnya; salam Katolik (Shalom), salam Kristen (salam sejahtera bagi kita semua) dan salam Khonghucu (salam kebajikan), tidak membawa nama Tuhan.
Cara Menjawab Salam Nonmuslim
Rozi Ibnu Syahrowardi menjelaskan dalam buku 99 Jalan Meraih Ridho Allah bahwa memberi dan menjawab salam adalah suatu keutamaan dalam berinteraksi sesama Muslim. Bahkan Allah memerintahkan kepada umatnya untuk menjawab dan memberikan penghormatan yang baik apabila diberi penghormatan oleh saudara sesama Muslim.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah pada surat An-Nisa ayat 86, yang berbunyi:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
Artinya: “Dan apabila kalian diberi penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah dengan penghormatan yang sepadan dengannya. Sungguh Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 86)
Lalu, bagaimana jika yang memberikan salam itu adalah non Muslim? Apakah harus dijawab dan bagaimana cara menjawabnya?
Berkaitan dengan hal itu, Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Tanqih al-Qaul, menjelaskan bahwa bila orang musyrik memulai salam terlebih dahulu, maka boleh menjawab dengan ucapan, wa’alaika.
Seperti sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, “Janganlah kau awali orang Yahudi dengan salam dan bila ia mengawalimu maka jawablah dengan berkata wa’alaika’.” (HR. Imam Bukhari)
Berdasarkan hadits di atas para ulama berpendapat bahwa sebaiknya membalas salam untuk orang yang Nonmuslim adalah dengan mengucapkan wa’alaika atau wa’alaikum. Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka artinya adalah “semoga atasmu juga”.
Sementara, Imam al-Hasan berpendapat, diperbolehkan menjawab salam kepada seorang Nonmuslim dengan kalimat wa’alaikumussalam, namun tidak diperbolehkan menambahinya dengan kalimat wa rahmatullah. Karena, tidak boleh seorang Muslim memintakan ampunan bagi seorang Nonmuslim.