Oleh : Rizwan Handika (Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Jambi)
Porosjambimedia.com,Jambi — Regulasi di Indonesia, termasuk di tingkat daerah, sering kali diibaratkan sebagai hutan belantara. Tumpang tindih aturan, konflik antar peraturan, hingga prosedur yang berbelit membuat masyarakat enggan, bahkan takut, untuk berurusan dengan birokrasi. Tidak hanya itu, pemerintah daerah pun kewalahan menata regulasi agar selaras dengan undang-undang pusat.
Di sinilah gagasan omnibus law hadir sebagai angin segar. Konsep yang awalnya diterapkan pada tingkat nasional ini terbukti mampu menyederhanakan regulasi dan meningkatkan efisiensi. Namun, apakah metode ini juga bisa digunakan untuk memperbaiki wajah peraturan daerah (Perda)? Jawabannya: sangat mungkin.
Mencari Solusi untuk Tumpang Tindih Peraturan
Bayangkan seorang petani kecil yang ingin memperluas lahan pertaniannya. Ia harus melewati serangkaian izin dari berbagai instansi yang sering kali tumpang tindih. Akibatnya, waktu dan tenaga yang seharusnya digunakan untuk bertani justru habis di meja birokrasi. Atau, pikirkan seorang pelaku UMKM yang ingin mengurus perizinan usaha, tetapi terjebak dalam regulasi daerah yang berbeda dengan aturan pusat.
Kondisi ini tidak hanya menyulitkan masyarakat, tetapi juga menciptakan ketidakpastian hukum yang merugikan banyak pihak. Data dari Kementerian Dalam Negeri mencatat lebih dari 1.765 Perda telah dicabut karena tidak harmonis dengan peraturan yang lebih tinggi. Realitas ini menunjukkan bahwa ada masalah mendasar dalam cara Perda disusun dan diimplementasikan.
Lebih Efektif
Omnibus law menawarkan pendekatan berbeda. Dengan metode ini, berbagai peraturan yang terkait dapat digabungkan ke dalam satu regulasi, menciptakan harmoni antara aturan lokal dan pusat. Sebagai contoh, Undang-Undang Cipta Kerja menyatukan berbagai regulasi di sektor ketenagakerjaan, investasi, dan perizinan. Daerah dapat mengambil inspirasi dari sini.
Misalnya, daripada membuat Perda yang terpisah-pisah untuk sektor investasi, pajak, atau insentif usaha, pemerintah daerah bisa menggabungkan semuanya dalam satu peraturan berbasis omnibus law. Hasilnya? Proses legislasi lebih ringkas, aturan lebih jelas, dan masyarakat lebih mudah memahami serta mengaksesnya.
Regulasi yang Berpihak pada Masyarakat
Namun, keberhasilan omnibus law tidak hanya ditentukan oleh teknis penggabungan aturan. Inti dari sebuah regulasi adalah keberpihakannya pada masyarakat. Perda yang disusun dengan metode omnibus law harus mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat setempat. Artinya, pemerintah daerah tidak boleh bekerja sendirian. Proses penyusunan Perda harus membuka ruang partisipasi masyarakat yang lebih luas.
Bayangkan jika petani, pedagang kecil, atau pelaku usaha lokal dilibatkan dalam proses ini. Mereka bisa memberikan masukan tentang apa yang benar-benar mereka butuhkan, bukan sekadar mengikuti pandangan birokrat. Dengan demikian, Perda yang dihasilkan tidak hanya mempermudah birokrasi tetapi juga menjawab kebutuhan nyata masyarakat.
Perubahan yang Dibutuhkan
Penerapan omnibus law di tingkat daerah memerlukan dukungan hukum yang kuat. Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah langkah awal yang penting. Revisi ini akan memberikan dasar hukum bagi pemerintah daerah untuk mengadopsi metode omnibus law tanpa melanggar hierarki peraturan yang ada.
Selain itu, perubahan pola pikir juga diperlukan. Pembuat kebijakan daerah harus berani keluar dari zona nyaman. Omnibus law bukan sekadar alat teknis; ini adalah langkah strategis untuk memperkuat hubungan antara pemerintah dan masyarakat melalui regulasi yang lebih manusiawi dan responsif.
Mengapa Ini Penting untuk Kita Semua?
Regulasi yang rumit bukan hanya masalah pemerintah, tetapi juga masalah kita semua. Setiap warga negara, dari petani hingga pengusaha, pasti akan merasakan dampaknya. Dengan mengadopsi omnibus law di tingkat daerah, kita sedang membangun fondasi baru untuk pemerintahan yang lebih sederhana, transparan, dan berpihak pada rakyat.
Sebagai warga negara, kita layak berharap pada perubahan ini. Tetapi lebih dari itu, kita juga harus menjadi bagian dari perubahan tersebut. Partisipasi aktif dalam proses legislasi adalah cara kita untuk memastikan bahwa aturan yang dibuat benar-benar melayani kebutuhan kita.
Sudah saatnya daerah meninggalkan cara lama yang lambat dan tidak efisien. Dengan omnibus law, kita tidak hanya menyederhanakan regulasi tetapi juga mendekatkan pemerintah kepada masyarakat, menciptakan harapan baru akan birokrasi yang lebih baik.
Penulis : Rizwan Handika
Editor : Hesty